Uang Kuno Indonesia, isaku-ikisu

Uang Kuno Indonesia, isaku-ikisu - Hallo sobat blogger yang berbahagia Misteri yang ada di dunia, Posting yang saya unggah pada kali ini berisi tentang misteri, dengan judul Uang Kuno Indonesia, isaku-ikisu , Artikel ini bertujuan untuk memudahkan kalian mencari apa yang kalian inginkan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk kalian baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Pertama Kali, Artikel Sejarah, yang kami tulis ini dapat kalian pahami dengan baik, semoga artikel ini berguna untuk kalian, jika ada kesalahan penulisan yang dilakukan oleh penulis mohon dimaafkan karena penulis masih newbie. baiklah, selamat membaca.

Judul : Uang Kuno Indonesia, isaku-ikisu
link : Uang Kuno Indonesia, isaku-ikisu

Baca juga


Uang Kuno Indonesia, isaku-ikisu

Uang Kuno Indonesia - Menurut sejarah, bahwa negeri ini baru mempunyai uang resmi pada sekitar abad ke 8, itupun karena adanya berbagai pengaruh dari mitra negara-negara tetangga, yang juga berdagang disaat itu namun sudah mempunyai mata uangnya sendiri seperti negara Arab, China dan India. Sebelumnya para pedagang di Nusantara melakukan transaksi perdagangan dengan cara barter, namun tatkala pengaruh pedagang luar datang ke Nusantara, akhirnya pedagang kita segera memulai mengenal cara bertransaksi dengan menggunakan mata uang.

Sejarah uang Indonesia dimulai sejak masa jaya Kerajaan Mataram Kuno, yakni sekitar tahun 850 M. Kerajaan ini menggunakan koin-koin emas dan perak berbentuk kotak sebagai alat tukarnya. Berikut ini adalah beberapa mata uang kuno di Nusantara yang telah diketahui atau disinyalir telah dipakai pada zaman dahulu.

Uang era Dinasti Syailendra (850 M) 

Mata uang Nusantara dicetak pertama kali sekitar tahun 850/860 Masehi, yaitu pada masa kerajaan Mataram Syailendra yang berpusat di Jawa Tengah. Inilah bukti terawal sistem mata uang yang ada di pulau Jawa dan di Nusantara.



Uang ini terbuat dari emas atau disebut pula sebagai keping tahil Jawa. Koin-koin tersebut dicetak dalam dua jenis bahan yakni emas dan perak, mempunyai berat yang sama dan mempunyai beberapa nominal satuan, yakni :

Masa (Ma), berat 2.40 gram � sama dengan 2 Atak atau 4 Kupang
Atak, berat 1.20 gram � sama dengan � Masa, atau 2 Kupang
Kupang (Ku), berat 0.60 gram � sama dengan � Masa atau � Atak
Saga, berat 0,119 gram


Koin emas zaman Syailendra berbentuk kecil seperti kotak, dimana koin dengan satuan terbesar (Masa) berukuran 6 x 6/7 mm saja. Pada bagian depannya terdapat huruf Devanagari �Ta�.  Di belakangnya terdapat incuse (lekukan ke dalam) yang dibagi dalam dua bagian, masing-masing terdapat semacam bulatan. Dalam bahasa numismatic, pola ini dinamakan �Sesame Seed�.

Sedangkan koin perak Masa mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian muka dicetak huruf Devanagari �Ma� (singkatan dari Masa) dan di bagian belakangnya terdapat incuse dengan pola �Bunga Cendana�.


Uang Krishnala, Kerajaan Jenggala (1042-1130 M)

Pada zaman Kerajaan Jenggala (1042-1130) dan Kerajaan Daha (1478-1526), uang-uang emas dan perak tetap dicetak dengan berat standar, walaupun mengalami proses perubahan bentuk dan desainnya. Koin emas yang semula berbentuk kotak berubah desain menjadi bundar, sedangkan koin peraknya mempunyai desain berbentuk cembung dengan diameter antara 13-14 mm.

Pada waktu itu, uang kepeng Cina yang didatangkan oleh para pedagang Cina sebagai alat tukar dan barter begitu banyak, sehingga saking banyak jumlahnya yang beredar maka akhirnya dipakai juga secara �resmi� sebagai alat pembayaran, menggantikan secara total fungsi dari mata uang lokal emas dan perak.




Uang �Ma� Kerajaan Majapahit (Abad ke-12) 

Mata uang Jawa dari emas dan perak yang ditemukan kembali termasuk di kota Majapahit ini, kebanyakan merupakan mata uang hasil perkembangan dari dinasti sebelumnya, uang �Ma�,  zaman dinasti Syailendra  yang memakai tulisan huruf Nagari atau Siddham, kadang kala dalam huruf Jawa Kuno.

Di samping itu beredar juga mata uang emas dan perak dengan satuan tahil, yang ditemukan kembali berupa uang emas dengan tulisan �ta� dalam huruf Nagari. Kedua jenis mata uang tersebut memiliki berat yang sama, yaitu antara 2,4 � 2,5 gram.

Selain itu masih ada beberapa mata uang emas dan perak berbentuk segi empat, � atau � lingkaran, trapesium, segitiga, bahkan tak beraturan sama sekali. Uang ini terkesan dibuat apa adanya, berupa potongan-potongan logam kasar; yang dipentingkan di sini adalah sekedar cap yang menunjukkan benda itu dapat digunakan sebagai alat tukar.

Tanda �tera� atau cap pada uang-uang tersebut berupa gambar sebuah jambangan dan tiga tangkai tumbuhan atau kuncup bunga  dalam bidang lingkaran atau segi empat.

Jika dikaitkan dengan kronik Cina dari zaman Dinasti Song (960 � 1279) yang memberitakan bahwa di Jawa orang menggunakan potongan-potongan emas dan perak sebagai mata uang, mungkin itulah mata uang yang dimaksud.



Uang Gobog Wayang, Kerajaan Majapahit (Abad 13) 

Pada zaman Majapahit, keping koin ini dikenal atau disebut sebagai �Gobog Wayang�. Bentuknya bulat dengan lubang kotak ditengah karena pengaruh dari koin cash dari Cina ataupun koin-koin serupa lainnya yang berasal dari Cina atau Jepang.

Koin Gobog Wayang adalah asli buatan lokal, namun tidak digunakan sebagai alat tukar tapi hanya sebagai koin token. Sebenarnya koin-koin ini digunakan untuk persembahan di kuil-kuil seperti yang dilakukan di Cina ataupun di Jepang sehingga disebut juga sebagai �koin-koin kuil�.




Uang Dirham, Kerajaan Samudera Pasai (1297 M) 

Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia.

Mata uang emas dari Kerajaan Samudera Pasai untuk pertama kalinya dicetak oleh Sultan Muhammad yang berkuasa sekitar tahun 1297-1326 Masehi. Mata uangnya disebut �Dirham� atau �Mas� dan mempunyai standar berat 0,60 gram (berat standar Kupang).

Namun ada juga koin-koin Dirham Pasai yang sangat kecil dengan berat hanya 0,30 gram (1/2 dari Kupang atau 3 kali Saga). Uang Mas Pasai mempunyai diameter 10�11 mm, sedangkan yang 1/2 Mas berdiameter 6 mm.

Pada hampir semua koinnya ditulis nama Sultan dengan gelar �Malik az-Zahir� atau �Malik at-Tahir�. Nama dirham menunjukkan pengaruh kuat pedagang Arab dan budaya Islam di kerajaan tersebut.




Uang Kampua, Kerajaan Buton (Abad 14) 

Uang yang sangat unik ini dinamakan Kampua, dibuat dari bahan kain tenun dan merupakan satu-satunya jenis �uang dari kain tenun� yang pernah beredar di Indonesia. Berasal dari Kerajaan Buton, Sulawesi Tenggara.

Menurut cerita rakyat Buton, Kampua pertama kali diperkenalkan oleh Bulawambona, Ratu kerajaan Buton yang kedua, yang memerintah sekitar abad XIV sebelum Kerajaan Buton menjadi Kesultanan.

Setelah ratu meninggal, lalu diadakan suatu �pasar� sebagai tanda peringatan atas jasa-jasanya bagi kerajaan Buton.  Pada pasar tersebut orang yang berjualan mengambil tempat dengan mengelilingi makam Ratu Bulawambona. Setelah selesai berjualan, para pedagang memberikan suatu upeti yang ditaruh diatas makam tersebut yang nantinya akan masuk ke kas kerajaan. Cara berjualan ini akhirnya menjadi suatu tradisi bagi masyarakat Buton, bahkan sampai dengan tahun 1940.




Uang Kasha Banten, Kesultanan Banten (Abad 15) 

Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri dan sekarang lokasi wilayahnya persis berada di Provinsi Banten, Indonesia. Mata uang dari Kesultanan Banten pertama kali dibuat sekitar 1550-1596 Masehi.

Bentuk koin Banten mengambil pola dari koin cash Cina yaitu dengan lubang di tengah, dengan ciri khas persegi 6 pada lubang tengahnya (heksagonal). Inskripsi bagian muka pada mulanya dalam bahasa Jawa �Pangeran Ratu�. Namun setelah mengakarnya agama Islam di Banten, inskripsi diganti dalam bahasa Arab, �Pangeran Ratu Ing Banten�.

Terdapat beberapa jenis mata-uang lainnya yang dicetak oleh Sultan-sultan Banten, baik dari tembaga ataupun dari timah, seperti yang ditemukan pada beberapa tahun yang lalu.





Uang Jinggara, Kesultanan Gowa (Abad 16) 

Di daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, berdiri kerajaan Gowa dan Buton. Kerajaan Gowa pernah mengedarkan mata uang dan emas yang disebut �Jinggara�.

Salah satunya dikeluarkan atas nama Sultan Hasanuddin, raja Gowa yang memerintah pada tahun 1653-1669. Selain itu beredar juga uang dari bahan campuran timah dan tembaga yang disebut �Kupa�.




Uang Picis, Kesultanan Cirebon (1710 M)

Kesultanan Cirebon adalah sebuah kesultanan Islam ternama di Jawa Barat pada abad ke-15 dan 16 Masehi, dan merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar pulau. Lokasinya di pantai utara pulau Jawa yang merupakan perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Sultan yang memerintah kerajaan Cirebon pernah mengedarkan mata uang yang pembuatannya dipercayakan kepada seorang Cina. Uang timah yang amat tipis dan mudah pecah ini berlubang segi empat atau bundar di tengahnya, disebut Picis.

Uang koin jenis Picis ini dibuat sekitar abad ke-17. Di sekeliling lubang ada tulisan Cina atau tulisan berhuruf Latin yang berbunyi �CHERIBON�.




Uang Real Batu, Kesultanan Sumenep (1730 M) 

Kerajaan Sumenep di Madura mengedarkan mata uang yang berasal dari uang-uang asing yang kemudian diberi cap bertulisan Arab berbunyi �SUMANAP� sebagai tanda pengesahan.

Uang kerajaan Sumenep yang berasal dari uang Spanyol disebut juga �Real Batu� karena bentuknya yang tidak beraturan.



(Asal Usul)


Demikianlah Artikel Uang Kuno Indonesia, isaku-ikisu

Sekianlah artikel Uang Kuno Indonesia, isaku-ikisu kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Uang Kuno Indonesia, isaku-ikisu dengan alamat link https://isaku-ikisu.blogspot.com/2016/01/uang-kuno-indonesia-isaku-ikisu.html

0 Response to "Uang Kuno Indonesia, isaku-ikisu "

Post a Comment