Sejarah Perang Aceh (Bagian2), isaku-ikisu

Sejarah Perang Aceh (Bagian2), isaku-ikisu - Hallo sobat blogger yang berbahagia Misteri yang ada di dunia, Posting yang saya unggah pada kali ini berisi tentang misteri, dengan judul Sejarah Perang Aceh (Bagian2), isaku-ikisu , Artikel ini bertujuan untuk memudahkan kalian mencari apa yang kalian inginkan, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk kalian baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel sejarah indonesia, Artikel Sejarah Islam, yang kami tulis ini dapat kalian pahami dengan baik, semoga artikel ini berguna untuk kalian, jika ada kesalahan penulisan yang dilakukan oleh penulis mohon dimaafkan karena penulis masih newbie. baiklah, selamat membaca.

Judul : Sejarah Perang Aceh (Bagian2), isaku-ikisu
link : Sejarah Perang Aceh (Bagian2), isaku-ikisu

Baca juga


Sejarah Perang Aceh (Bagian2), isaku-ikisu

J B Van Heutsz
Pada tahun 1898 Van Heutsz menjadi Gubernur Aceh, dan akhirnya menaklukkan sebagian Aceh. Mereka mengikuti saran Hurgronje, menemukan uleebelang yang bisa diajak bekerja sama yang akan mendukung mereka di pedesaan dan mengisolasi perlawanan dari basis dukungan mereka. Belanda juga merumuskan strategi baru perang kontra-pemberontakan dengan mengerahkan unit bersenjata yang disebut marsose yang berangotakan pribumi dari jawa, ambon dan manado,dengan mengunakan taktik bumi hangus. Van Heutsz menugaskan Kolonel Gotfried Coenraad Ernst van Daalen untuk menghancurkan sisa perlawanan rakyat aceh. G.C.E. van Daalen menghancurkan beberapa desa, menewaskan sedikitnya 2.900 warga Aceh, di antaranya adalah 1.150 perempuan dan anak. 

pembantaian di desa Koeto Reh
Pada tahun 1903, para pemimpin perlawanan utama Aceh termasuk Sultan Alauddin Muhammad Syah II Da'ud, Tuanku Raja Keumala, dan Mahmud Muda Perkasa menyerah. Hingga pada 1904 sebagian besar Aceh berada di bawah kontrol Belanda, dan memiliki pemerintahan adat yang bekerja sama dengan negara kolonial. Belanda melakukan kontrol mereka atas Aceh dengan melakukan kebijakan toleransi beragama dan menghindari aksi bersenjata. Namun demikian, kekejaman militer Belanda masih terjadi selama periode ini. Foto-foto pembantaian Belanda di desa Koeto Reh diambil selama ekspedisi militer Belanda di Gayo Aceh dan daerah alas pada tahun 1904, misalnya, menunjukkan bahwa pembunuhan sekelompok besar warga sipil terjadi beberapa kali. Perkiraan jumlah korban di pihak Aceh berkisar dari 50.000 sampai 60.000 orang mati, dan lebih dari satu juta terluka. Penghancuran seluruh masyarakat juga menyebabkan 10.000 warga Aceh melarikan diri ke negara tetangga Malaya.

Di Belanda pada saat itu, Van Heutsz dianggap pahlawan, dengan sebutan the Pacifier Aceh dan dipromosikan untuk menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1904. Sebuah monumen untuk mengenangnya di dirikan di Amsterdam, meskipun akhirnya gambar dan namanya kemudian dihapus untuk memprotes warisan kekerasan yang ditinggalkannya. Belanda beralasan tindakannya di Aceh adalah sebuah keharusan moral untuk membebaskan rakyat aceh dari penindasan penguasa aceh yang kolot, namun hal ini tidak dapat diterima oleh norma internasional. Perang Aceh juga mendorong aneksasi Belanda terhadap wilayah lain di Indonesia, seperti Bali, Maluku, Kalimantan dan Sulawesi antara 1901 sampai 1910. 

Pengaruh kolonial di daerah dataran tinggi terpencil di Aceh tidak pernah substansial, bagaimanapun, perlawanan gerilya yang dipimpin oleh ulama bertahan sampai 1942. Tidak dapat mengusir Belanda, banyak ulama secara bertahap menghentikan perlawanan mereka. Wilayah Gayo tetap menjadi pusat perlawanan hingga akhir 1914.

Pasukan marsose
Setelah Perang Aceh, Uleebelang lokal membantu Belanda mempertahankan kontrol atas Aceh melalui pemerintahan tidak langsung. Meskipun konflik berakhir, perlawanan rakyat terhadap pemerintahan Belanda berlanjut hingga invasi Jepang Hindia Belanda pada tahun 1942. Sepanjang awal abad ke-20, warga dan personil Belanda menjadi sasaran serangan bunuh diri sporadis oleh patriot Aceh yang terpengaruh oleh Hikayat Perang Sabil dan teks terlarang lainnya. Fenomena ini dikenal sebagai Atjeh-moord atau "pembunuhan Aceh" dan memaksa pemerintah Belanda untuk mempertahankan kekuatan besar di provinsi tersebut

Daud Beureuh dan anggota PUSA
Kebencian Rakyat aceh kepada belanda kembali dipicu oleh sistem rodi kerja paksa di mana pekerja diminta untuk bekerja pada proyek-proyek perbaikan jalan pemerintah selama 24 hari dalam setahun. Pada pertengahan 1920-an, warga Aceh telah kembali melakukan perang gerilya skala penuh. Setelah invasi Jepang, pasukan Jepang yang datang awalnya disambut oleh nasionalis Aceh sebagai pembebas meskipun akhirnya orang aceh merasa jepang pun tak berbeda dengan belanda yang berpuncak pada pemberontakan di Bayu. para Ulama Aceh berperang melawan Belanda dan Jepang sekaligus, melawan Belanda pada bulan Februari 1942 dan melawan Jepang pada bulan November 1942. Pemberontakan itu dipimpin oleh Persatuan Ulama Seluruh Aceh '(PUSA). hasilnya 18 orang jepang tewas dalam pemberontakan sementara mereka membantai hingga 100 atau lebih dari 120 orang Aceh. Pemberontakan terjadi di Bayu dan berpusat di sekitar sekolah agama desa Tjot Plieng, Selama pemberontakan, pasukan Jepang bersenjata dengan mortir dan senapan mesin sementara hanya dengan pedang terhunus rakyat Aceh melakukan perlawanan di bawah pimpinan Teungku Abduldjalil di Buloh Gampong Teungah dan Tjot Plieng pada 10 dan 13 November. 

Setelah transfer kedaulatan Belanda ke Indonesia pada bulan Agustus 1949, banyak masyarakat Aceh menjadi tidak puas dengan kebijakan pemerintah pusat yang didominasi Jawa di Jakarta dan mulai meminta sebuah otonomi. Mereka pun mengeluhkan banyak hal termasuk penggabungan Aceh ke provinsi Batak yang didominasi Kristen Sumatera Utara , pembagian hasil bumi dan politik yang buruk di dalam Republik Indonesia dan kegagalan untuk nerapkan hukum syariah. Pada tahun 1953, faktor-faktor ini menyebabkan pemberontakan singkat oleh gerakan Darul Islam di bawah Daud Bereueh yang ditindas oleh angkatan bersenjata Indonesia meskipun perlawanan terus terjadi sampai tahun 1959 ketika pemberontak berhasil menegosiasikan status otonom untuk Aceh. Meskipun demikian, banyak orang Aceh dan lainnya di Sumatera membenci posisi pemerintah dan militer kunci yang didominasi oleh orang Jawa. pemberontakan yang dilakukan oleh Gerakan Aceh merdeka berkecamuk di provinsi ini sampai perjanjian damai ditandatangani antara gerakan Aceh merdeka dan pemerintah Indonesia menyusul tsunami Besar di aceh.


Banyak korban Belanda Perang Aceh yang dimakamkan di Kerkhoff Poucut Cemetery, pemakaman militer Belanda yang terletak di dekat pusat Banda Aceh sebelah Museum Tsunami Aceh. The Kerkhoff Poucut dicatat sebagai pemakaman militer Belanda terbesar di luar Belanda. Ada sekitar 2.200 kuburan tentara Belanda putih serta rekrutan dari Ambon, Manado dan Jawa, serta beberapa jenderal Belanda. 

Dari catatan sejarah diatas dapat kita mengerti mengapa aceh amat keras memperjuangkan kemerdekaan mereka, rakyat aceh sedari awal adalah sekelompok masyarakat yang teguh pendirian dan memiliki harga diri tinggi, dari sekian bayak wilayah di Indonesia hanya merekalah yang tak mampu di taklukan penjajah belanda, bagi mereka perang melawan penjajah juga merupakan jihad fisabilillah bagi agama islam, perang mereka sampai kini adalah perang untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik bagi anak cucu mereka.

Sungguh kejam dan tak tahu malu para pemimpin negeri ini, yang sempat menganggap mereka sebagai pemberontak dengan nama GAM, menutupi perjuangan mereka dengan fitnah melalui media mereka, padahal yang mereka perjuangkan hanyalah sedikit rasa adil bagi provinsi mereka yang dulu memberikan sumbangan yang tidak sedikit bagi kemerdekaan dan terbentuknya Republik Indonesia yang akhirnya justru menyia-nyiakan mereka, semoga hari ini dan kedepannya rakyat aceh akan jauh lebih baik. 

sumber : wikipedia


Demikianlah Artikel Sejarah Perang Aceh (Bagian2), isaku-ikisu

Sekianlah artikel Sejarah Perang Aceh (Bagian2), isaku-ikisu kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Sejarah Perang Aceh (Bagian2), isaku-ikisu dengan alamat link https://isaku-ikisu.blogspot.com/2015/10/sejarah-perang-aceh-bagian2-isaku-ikisu.html

0 Response to "Sejarah Perang Aceh (Bagian2), isaku-ikisu "

Post a Comment